Minggu, 13 Mei 2012

SURAT-SURAT NABI

Ada beberapa sample dari surat-surat Nabi Muhammad SAW yang sampai ke masa sekarang, di antaranya yang banyak dipubikasikan adalah : (2)



surat-surat itu dtujukan kepada penguasa pada zamannya, yang terutama berisikan pengkhabaran tentang kenabian, ketauhidan, dan seruan Islam. Menariknya surat itu ditulis dengan menggunakan ejaan bahasa arab yang belum ada tandabaca, syakal, dan belum ada perbedaan antara huruf yang bertitik dan tidak bertitik, misalnya huruf fa dan huruf Qof. Artinya, memang pembaharuan huruf dan bahasa arab baru dilakukan setelah kedatangan Islam, terutama di awali pada masa syekh Abul Aswad ad-du'aly (abad ke-2 H). 
Surat itu juga secara substansial mempertanyakan soal Keummian Nabi, yang selama ini dipahami sebagai "tidak bisa baca-tulis". Apakah demikian sebenarnya maksud "ummi" Nabi?. jika demikian, maka dengan adanya bukti surat-surat ini; agaknya perlu ditinjau ulang tentang pemahaman  yang sederhana soal makna "ummi" yang disandangkan kepada Nabi tersebut.
Secara lebih luas, makna "ummi" dari perspektif budaya arab, pada zamannya yang kuat dengan tradisi sastra, misalnya karya-karya sastra yang bagus akan dipamerkan didinding Kabah, yang dikenal dengan "al-mualaqqot", serta apresiasi sastra masyarakat kala itu sangat tinggi, sehingga kompetisi sastra dan keahlian di bidang sastra menjadi kredit point untuk menunjukkan status sosial yang tinggi, jadi seorang sastrawan menjadi ciri kebangsawan arab pada masanya, maka gelar "ummi" adalah kategori mereka yang tidak ahli sastra. Jadi itulah makna "ummi" yang berarti "tidak terkategorikan ahli sastra", yang lebih pas dimaknai untuk Nabi, bukan "tidak bisa baca-tulis". Bisa dipahami, bahwa Nabi tidak dikategorikan sebagai "Ahli Sastra", meskipun beliau adalah seorang keturunan bangsawan Qureisy, karena Nabi tidak pernah melibatkan dirinya dalam eforia tradisi sastra arab tersebut. Kondisi ini, secara faktual nantinya menjadi argumentasi Nabi, bahwa al-Quran bukan karya sastra Nabi, tapi adalah "Wahyu Allah" yang benar, bukan karya manusia biasa. 
Dari perspektif al-Quran, kata "ummi" lebih dimaksudkan untuk mengutamakan "penyaksian" Nabi atas kebenaran Syahadat Tauhid  dan Syahadat Kerasulannya, sehinggga tidak tercampur dengan wahyu dan karya tulis yang jika beliau lebih banyak menulisnya. Karena itulah, al-Quran secara khusus mengemukakan kritik terhadap kalangan penyair dalam satu suratnya. Kritik Quran merupakan tantangan kepada para penyair arab, dapatkah mereka membuat satu ayat saja yang menyerupai al-Quran?, sebagai argumentasi yang menyatakan bahwa al-Quran bukan karya sastra.
Apa yang dikemukakan sekitar surat-surat Nabi di atas, bisa menjadi bahan kajian lebih lanjut, yang dapat mengungkap kebenaran-kebenaran lain yang selama ini kita pahami, juga bisa menjadi introspeksi kita dalam pemahaman keagamaan yang ada dan sudah menjadi tradisi yang seolah-olah tidak bisa diubah dan berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar