Jumat, 16 September 2011

Mewacanakan Ulama atau Ilmuan sebagai Pewaris Sah Misi Profetik

Foto Syiekh Hisyam Kabbani, Mursyid Tarekat Naqhsabandi-Hakkani


Dickotomi ilmu membuat kalangan ulama dan ilmuan terbelah dengan cara mereka masing-masing mengembangkan misi keilmuan mereka, sehingga menjadi faktor yang menjadi penyebab misi profetik terbengkalai. Mewacanakan gagasan yang mengangkat tematik ulama atau ilmuan sebagai pewaris sah misi profetik, adalah sebuah upaya untuk meretas dichotomi tersebut. Munculnya gagasan Islamisasi ilmu dapat dianggap sebagai bagian dari upaya fundamental untuk memperkuat tematik pewacaan ini. Namun yang menjadi skala prioritas mendesak untuk didahulukan adalah persoalan relasi ilmu dan nilai etic, karena bagaimanapun juga persoalan ini telah menjadi krusial yang membangun dinding arogansi antara ulama dan ilmuan.

Para ulama menganggap bahwa mereka adalah pemegang supremasi etik yang dapat terlibat lebih jauh untuk menentukan hitam-putih segala kegiatan keilmiahan, sementara Ilmuan menganggap dunia ilmiah adalah dunia specifik mereka, yang menjadi pemegang otoritas tunggal -nya hanya mereka dan sejawat-sejawat yang menjadi fasilitator mereka.

Kondisi ini membuat jarak antara mereka untuk membaur dan saling mendukung secara sinergis dengan bangunan sistem yang kokoh dengan mengedepankan prinsip-prinsip agamis. Membangun peradaban modern yang disinari "pencerahan prinsipal" dari pandangan keislaman yang inklusif dan rahmatan lil alamiin diperlukan dukungan pemikiran dan kekuatan moral dari dua "pilar peradaban" tersebut (ulama dan Ilmuan).

Azas fundamental yang terpenting bisa membangun jalan "titik temu" pandangan dunia (world-view) ulama dan Ilmuan, baik untuk kepentingan sisi filosofis maupun wacana keilmuan, adalah azas ketauhidan dan azas profetik.

Azas Ketauhidan, adalah azas yang menjadi dasar sumber keilmuaan dan kreativitasnya bersumber dari "Yang Maha alim dan Maha kreatif", yakni Tuhan. Genetika keilmuan dan turunannya berasal dari "Yang Maha Tahu", baik secara langsung (la dunni) maupun melalui pewahyuan yang bersumber dari kitab suci (Quran). Keyakinan ini yang mestinya tertanam dalam dunia batin setiap intelektual dan ulama dalam menggagas dan membangun struktur konseptual pengembangan ilmu pengetahuan dengan tanpa mendichotomis.

Azas propetik, adalah azas etik-sosial yang menuntun spirit penyebaran dan interaksi ilmiah dalam membangun peradaban yang bercorak keutamaan Islam dan Rahmatan lil Alamin. Sinergi ulama dan Ilmuan dengan mengembangkan bidang masing-masing dapat dipertemukan dalam satu cita-cita bersama. Cita-cita bersama yang mengedepankan keutamaan etika (akhlaq mulya) dan kepentingan dunia global yang saling harmonis (paradigma ketiga-menurut gagasan penulis, setelah class peradaban (Hutington), dan dialog peradaban (Hatami), lalu harmoni peradaban). Yang menjadi misi utama profetik tersebut, idem tito dengan misi ulama dan ilmuan dengan status sederajat. (Syamsuri Ali)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar